Kalau yang jadi CAPRES-CAWAPRES di PEMILU 2024 nanti adalah orang-orang yang akhir-akhir ini dimunculkan di media, kemungkinan besar saya akan memilih golput di Pilpres. Saya hanya akan menggunakan hak pilih di Pileg. Bagi saya, percuma menggunakan hak pilih di Pilpres kalau saya hanya bisa memilih kandidat yang sudah dipilihkan oleh pihak lain, dalam hal ini para oligarki. Melalui tulisan ini, saya akan sampaikan alasan logis kenapa saya akan mencoba memperjuangkan sesuatu untuk Pileg 2024 dari pada hanya menonton beragam intrik dan manuver para politisi dalam rangka Pilpres 2024.
Silahkan ditonton dulu video berikut ini:
Potongan video tersebut merupakan adegan dari film The Raid 2, dimana tokoh utamanya dikejar sekelompok orang untuk dikeroyok. Kalau di film action kungfu atau action barat biasanya sang tokoh utama lari ke lapangan terbuka, kemudian dia berkelahi dengan sekolompok orang tersebut. Sudah pasti sang tokoh utama yang menang. Itu tidak realistis. The Raid mengangkat seni beladiri silat. Adegannya banyak yang menilai masuk akal. Si tokoh utama memilih ruang sempit berpintu sebagai area perkelahiannya. Karena bisa mengontrol area perkelahiannya, dia menghadapi pengeroyoknya nggak sekaligus.
Nah strategi seperti itu yang akan saya pilih kalau berkesempatan terjun ke kancah politik. Saya tidak akan terlibat di pertempuran PILPRES karena area pertempurannya terlalu luas. Yaitu semua DAPIL seluruh Indonesia. PILPRES hanya memperebutkan dua kursi kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu paket. Jadi probabilitas menangnya 50:50. Saya akan ikut bertempur di PILEG karena area pertempurannya per DAPIL. Setiap DAPIL memperebutkan 3-10 kursi anggota DPR. Probabilitas memenangkan kandidatnya lebih besar.
Di video tersebut Arie Putra menjelaskan dengan sangat gamblang perubahan realitas politik mulai dari Orde Lama hingga saat ini. Setelah 2004 politik sangat tergantung kepada elite game. Kita punya ilusi seolah-olah kita punya pilihan di PILPRES. Kita memang bebas memilih saat hari pemilihan, tapi kandidat yang bisa kita pilih sebenarnya sudah dipilihkan sebelumnya oleh kelompok-kelompok elite. Yaitu mereka yang punya kekuasaan di partai politik atau di sumber-sumber pendanaan.
Pertempuran PILPRES butuh sumberdaya yang sangat besar untuk memenangkannya dan kita nggak punya kuasa sama sekali dalam menentukan kandidatnya. Menurut saya, di PILEG kita masih punya kuasa menentukan kandidat yang akan kita perjuangkan supaya bisa dipilih rakyat saat hari pemilihan. Memang kandidatnya harus kita daftarkan lewat partai politik, tapi partai politik dalam posisi butuh untuk syarat pendaftaran ke KPU. Di setiap DAPIL, setiap partai politik butuh 3 – 10 orang kandidat Anggota DPR nasional.
Saya akan terjun di kancah pertempuran PILEG bukan sebagai #JuruBicara PartaiGolPut. Tapi sebagai bagian dari gerakan politik #SinergiRakyat. Saya sudah memikirkan cara mensiasati dan mengakali partai-partai politik yang akan kita manfaatkan sebagai kendaraan politik orang-orang yang akan kita usung sebagai #CALEG2024 di PILEG 2024 nanti. Tapi itu harus diperjuangkan secara kolektif, tidak bisa saya perjuangkan sendirian. Tantangan paling berat buat saya adalah mewujudkan ide gerakan politik #SinergiRakyat. Minimalnya punya jaringan di DAPIL-DAPIL Pulau Jawa. Karena setiap DAPIL-nya memperebutkan banyak kursi DPR. Antara 7 – 10 kursi DPR Nasional. Probabilitas untuk memenangkan kandidatnya lebih besar.
Jawa adalah kunci…
Karena golput di PEMILU 2019 saya merasa tidak berhak mengomentari rezim pemerintahan Pak Jokowi. Twit berikut ini mewakili pendapat saya mengenai Indonesia saat ini.
Yang menulis twit tersebut seorang praktisi periklanan. Di bio akun Twitternya dia menulis dengan jujur pekerjaan dia yang ‘nggak benar’. Artinya dia menulis twitnya juga dengan jujur.
Keadaan Indonesia saat ini mungkin akan lebih baik kalau DPR kita diisi orang-orang yang kompeten dan berintegritas. Tapi kenyataanya berkata lain.
DPR itu kerja kolektif, kalau ingin ada perubahan di DPR harus sebanyak mungkin orang kompeten dan punya integritas yang jadi anggota DPR. Nah bagaimana dengan kemungkinan partai politik mengkooptasi Anggota DPR yang kemenangannya kita perjuangkan bersama? Itu sudah saya pikirkan cara mensiasati dan mengakalinya. Saya akan sampaikan ke publik setelah penetapan DCT bulan November 2023.
Kita bisa belajar dari apa yang terjadi dengan Fahri Hamzah. Walaupun sudah dipecat dari PKS, dia bisa mempertahankan kursi jabatan Wakil Ketua DPR hingga akhir masa jabatannya. Itu artinya, kooptasi partai politik bisa dilawan. Supaya punya daya tawar tinggi di hadapan partai-partai yang akan kita manfaatkan, ide gerakan politik #SinergiRakyat harus terwujud dalam bentuk kongkritnya. Jujur itu bukan hal mudah. Butuh dukungan dan keterlibatan banyak orang. Masih ada waktu sampai jadwal Pendaftaran CALEG pada bulan April 2023.