Maaf, saya cerita terkait pribadi saya.
Jadi ceritanya gini:
Ibu saya berpulang setelah berjuang melahirkan adik saya yang pada umur satu bulan ikut menyusul beliau. Kemudian saya dibesarkan oleh kakek dan nenek dari pihak ayah. Kakek saya seorang mantan camat yang ekonominya pas-pasan. Kata anak-anaknya sih kakek saya terlalu jujur.. heuheuheu..
Di masa tuanya, kakek saya hanya mengandalkan uang pensiunan yang nggak seberapa. Saya punya momen bersama kakek saya yang nggak akan terlupakan. Saat saya mau lanjut belajar ke SMP, kakek saya rela mengorbankan rasa malunya demi saya bisa melanjutkan sekolah.
Walau nggak punya uang sama sekali untuk biaya pendaftaran, kakek saya tetap mengajak saya datang ke satu-satunya SMP Negeri di sebuah kota kecamatan di Kabupaten Cianjur. Singkat cerita, ada seorang guru yang kenal kakek saya meminjaminya uang untuk menalangi biaya pendaftaran.
Alhamdulillah saat kelas tiga saya dapat beasiswa, jadi saya bisa melunasi pinjaman tersebut. Saya kurang paham beasiswa apa, yang pasti cairnya per tiga bulan. Nah, sebagian uang beasiswa itu saya pake buat ongkos ke Surabaya demi bisa lanjut pendidikan SMA di sebuah pesantren yang saat itu menggratiskan biaya pendidikannya.
Saat jadi camat di tempat saya dilahirkan (bukan tempat kakek saya tinggal setelah pensiun), di daerah pantai Cianjur Selatan, kakek saya pernah meresmikan sebuah pelabuhan yang ada tempat pelelangan ikannya. Kakek saya menamai pelabuhan tersebut JAYANTI. Setelah kakek saya meninggal saat saya kelas 2 SMP, nenek saya cerita bahwa JAYANTI itu singkatan dari JAYANYA NANTI.
Saya nggak pernah dikasih tahu maksud JAYANYA NANTI itu untuk konteks daerah pelabuhan tersebut atau untuk konteks Indonesia Raya. Kalaul inget JAYANTI, saya sering merasa berkewajiban mewujudkan cita-cita kakek saya. Utamanya untuk konteks Indonesia Raya. Dan itu tentu harus diperjuangkan diantaranya melalui jalur politik.