Tuhan Tidak Bangga Dengan Pemimpin ‘Religius’?

Saya sengaja memberi tanda petik pada kata relegius yang ada di judul tulisan ini karena makna religius yang saya yakini mungkin berbeda dengan yang diyakini oleh kebanyakan orang. Bagi saya, orang yang religius bukan orang yang rajin mengerjakan ibadah-ibadah ritual seperti shalat, puasa, umrah, haji dan sebagainyya. Tapi orang yang selalu berusaha menerapkan nilai-nilai ketuhanan yang diyakininya dalam semua aspek kehidupannya tanpa perlu memamer-mamerkan diri bahwa dia orang yang religius.

Sebelum melanjutkan tulisan ini ijinkan saya untuk menyampaikan penggalan kisah yang ada di dalam Al-Quran. Bagi yang tidak seagama dengan saya, mohon maaf kalau kurang berkenan.

Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja kalian”. Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah Ayat 247)

Seperti yang disampaikan oleh Nabi yang hidup pada zamannya, Allah membanggakan Thalut kepada pengikutnya bukan dengan menunjukan hal-hal yang tidak bisa dinilai oleh manusia. Seperti rajin shalat, puasa, baca kita suci dan sebagainya. Hal-hal yang hanya Allah yang berhak menilainya.

Allah memilih Thalut menjadi Raja dengan menganugerahinya ilmu yang luas dan badan yang perkasa. Dua hal yang bisa dinilai oleh manusia, apapun agamanya. Artinya bisa dinilai dan diuji secara ilmiah oleh semua orang.

Ijinkan saya untuk menyampaikan satu lagi penggalan kisah dalam Al-Quran.

Dan raja berkata, “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku”. Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengan dia (Yusuf) , dia (raja) berkata, “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya”.
Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan”. (QS. Yusuf Ayat 54 – 55)

Banyak orang yang menjadikan Surat Yusuf ayat 55 sebagai dalil bolehnya menawar-nawarkan diri untuk mendapat jabatan (kekuasaan). Padahal kalau diperhatikan ayat sebelumnya, Nabi Yusuf menawarkan diri menjadi bendaharawan negara setelah beliau masuk dalam lingkaran kekuasaan. Yaitu setelah beliau bisa menakwilkan mimpi sang Raja.

Pada saat Nabi Yusuf menawarkan diri (mengusulkan), dia menyampaikan dua kelebihan (kompetensi) yang dimilikinya yaitu pandai menjaga (hafidz) atau istilah lain dari amanah dan berpengetahuan. Keduanya bisa dinilai oleh manusia, apapun agamanya.

Mohon diperhatikan. Judul tulisan ini diakhiri dengan tanda tanya. Itu artinya Anda boleh setuju dengan pendapat saya, boleh juga tidak. Pendapat saya ini merupakan tafsir atas firman Alllah. Tafsir saya bukan kebenaran mutlak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *